Pemerintah harus memastikan guru telah dilatih sebelum kurikulum baru berlaku serta harus ada evaluasi dari pelatihan tersebut. Dengan demikian, pemerintah tidak terjebak pada target kurikulum yang sempurna karena sebuah kurikulum yang bagus jika ditangani oleh guru yang tidak mampu, maka kesempurnaan itu tidak akan ada gunanya.
Oleh karena itu, pelatihan guru sebelum kurikulum itu dimulai menjadi
penting untuk dilakukan. Namun diperlukan komitmen pemerintah yang
didukung oleh peran aktif pemerintah daerah, organisasi profesi guru dan
juga organisasi non profit untuk melatih sedikitnya 45 ribu guru yang
akan dilatih sebagai Guru Utama (master teacher). Pemerintah dan segenap
pihak lain itu harus memastikan bahwa guru-guru yang akan dilatih tidak
salah sasaran.
“Kita tidak usah berdebat terlalu banyak kenapa, bagaimana dan kapan (kurikulum itu dilaksanakan). Kesempurnaan kurikulum itu nomor dua, pastikan dulu pelatihan guru,” kata
Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, pada Workshop CSR Paud di Jakarta, belum lama ini.
Mantan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud ini menjelaskan, setelah ada pelatihan, pemerintah selanjutnya harus membangun sistem pendukung pra pelatihan. Sistem tersebut ialah adanya pengawasan bagi guru apakah materi pelatihan sudah mampu dipraktikkan dalam pola pengajaran mereka. Fasli meminta peran kelompok kerja guru, forum musyawarah guru mata pelajaran dan organisasi profesi guru mulai pusat hingga ke cabang untuk dapat memastikan guru yang sudah dilatih ini mampu mempraktikkannya.
Berdasarkan data, Kemendikbud sendiri berencana akan melatih kurikulum baru bagi guru hanya dalam waktu enam bulan. Menanggapi hal ini, Fasli menyatakan, pelatihan itu harus berbeda dengan pelatihan guru sebelumnya. Waktu pelatihannya pun jangan hanya sekali namun harus secara berkelanjutan. “Pelatihan itu harus dibuat dengan sistem yang canggih. Pastikan sesudah pelatihan itu guru mempunyai keterampilan yang memadai yang didukung dengan support system,” tambahnya.
Pemerintah juga harus mempunyai pusat pelayanan terpadu sehingga jika ada guru yang menemui kesulitan ketika mempraktikkan kurikulum itu mereka dapat mengadukannya melalui telepon, pesan pendek maupun pesan elektronik di waktu kapan pun. Sementara itu, lembaga dan universitas pencetak lulusan guru ini pun semestinya mendukung dengan pelatihan guru dengan sarana dan prasarana yang mereka punyai.
Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, strategi implementasi kurikulum yang akan dilakukan pemerintah memang salah satunya adalah pelatihan guru dengan program master teacher. Program ini artinya guru-guru yang berprestasi dan memilki kinerja baik akan dilatih juga oleh para guru dan kepala sekolah yang juga berprestasi, mempunyai kemampuan yang memadai dan hasil anak didiknya bagus. “Guru tidak akan diambil dari kota besar namun dari mana saja. Hasil UKA dan UKG serta sertifikasi akan menjadi pertimbangan,” jelasnya di gedung Kemendikbud.
Mengenai penghapusan mata pelajaran, terangnya, guru tidak perlu khawatir akan ada pemgurangan jumlah guru di Indonesia atas kurikulum baru ini. Pasalnya, dari guru-guru yang ada saat ini mereka akan dilatih untuk mempunyai kemampuan untuk menguasai lebih dari satu mata pelajaran. “Jadi jangan khawatir jika ada siswa yang tidak memilih mata pelajaran tertentu maka jumlah tatap mukanya berkurang dan guru tidak akan mempunyai sertifikat. Karena misalnya guru mampu mengajar Bahasa A dan B. bisa saja yang A sedikit peminatnya akhirnya dia mengajar Bahasa B. ini nanti juga akan diatur lebih lanjut. Jadi guru tidak perlu khawatir,” tuturnya.
“Kita tidak usah berdebat terlalu banyak kenapa, bagaimana dan kapan (kurikulum itu dilaksanakan). Kesempurnaan kurikulum itu nomor dua, pastikan dulu pelatihan guru,” kata
Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, pada Workshop CSR Paud di Jakarta, belum lama ini.
Mantan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud ini menjelaskan, setelah ada pelatihan, pemerintah selanjutnya harus membangun sistem pendukung pra pelatihan. Sistem tersebut ialah adanya pengawasan bagi guru apakah materi pelatihan sudah mampu dipraktikkan dalam pola pengajaran mereka. Fasli meminta peran kelompok kerja guru, forum musyawarah guru mata pelajaran dan organisasi profesi guru mulai pusat hingga ke cabang untuk dapat memastikan guru yang sudah dilatih ini mampu mempraktikkannya.
Berdasarkan data, Kemendikbud sendiri berencana akan melatih kurikulum baru bagi guru hanya dalam waktu enam bulan. Menanggapi hal ini, Fasli menyatakan, pelatihan itu harus berbeda dengan pelatihan guru sebelumnya. Waktu pelatihannya pun jangan hanya sekali namun harus secara berkelanjutan. “Pelatihan itu harus dibuat dengan sistem yang canggih. Pastikan sesudah pelatihan itu guru mempunyai keterampilan yang memadai yang didukung dengan support system,” tambahnya.
Pemerintah juga harus mempunyai pusat pelayanan terpadu sehingga jika ada guru yang menemui kesulitan ketika mempraktikkan kurikulum itu mereka dapat mengadukannya melalui telepon, pesan pendek maupun pesan elektronik di waktu kapan pun. Sementara itu, lembaga dan universitas pencetak lulusan guru ini pun semestinya mendukung dengan pelatihan guru dengan sarana dan prasarana yang mereka punyai.
Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, strategi implementasi kurikulum yang akan dilakukan pemerintah memang salah satunya adalah pelatihan guru dengan program master teacher. Program ini artinya guru-guru yang berprestasi dan memilki kinerja baik akan dilatih juga oleh para guru dan kepala sekolah yang juga berprestasi, mempunyai kemampuan yang memadai dan hasil anak didiknya bagus. “Guru tidak akan diambil dari kota besar namun dari mana saja. Hasil UKA dan UKG serta sertifikasi akan menjadi pertimbangan,” jelasnya di gedung Kemendikbud.
Mengenai penghapusan mata pelajaran, terangnya, guru tidak perlu khawatir akan ada pemgurangan jumlah guru di Indonesia atas kurikulum baru ini. Pasalnya, dari guru-guru yang ada saat ini mereka akan dilatih untuk mempunyai kemampuan untuk menguasai lebih dari satu mata pelajaran. “Jadi jangan khawatir jika ada siswa yang tidak memilih mata pelajaran tertentu maka jumlah tatap mukanya berkurang dan guru tidak akan mempunyai sertifikat. Karena misalnya guru mampu mengajar Bahasa A dan B. bisa saja yang A sedikit peminatnya akhirnya dia mengajar Bahasa B. ini nanti juga akan diatur lebih lanjut. Jadi guru tidak perlu khawatir,” tuturnya.
(koranFB/14/12/12)
0 komentar:
Posting Komentar